Bisnis  

Kelangkaan BjLAS Bisa Berdampak Buruk Terhadap Pemulihan Ekonomi Nasional

HALO BDG – JAKARTA – Tahun 2021 merupakan masa resesi ekonomi dunia akibat pandemi Covid-19. Pasokan BjLAS dari China diawal sampai tengah tahun 2020 terhenti, sehingga pasok jauh menurun dan hanya berasal dari negara lain, seperti VietNam, Korea, dan Jepang. Dari data yang ada Impor BjLAS karbon pada periode Jan-Mar 2021 mengalami kenaikan 180% (dari 28.696 ton menjadi 80.371 ton) dibandingkan Jan-Mar 2020.

Namun, menurut Wali Buwono Ketua PERSIBRI ( Perkumpulan Seluruh Industri Baja Ringan Indonesia) jika menggunakan Benchmark 2019 (kondisi normal), impor BjLAS paduan Jan-Mar 2021 turun 47% (dari 167.501 ton menjadi 89.076 ton) dibandingkan Jan-Mar 2019. Kenaikan impor pada 2021 disebabkan naiknya permintaan seiring pemulihan ekonomi nasional pasca Pandemi Covid-19 semantara disatu sisi kapasitas produksi dalam negeri BjLAS belum memenuhi kebutuhan pasar domestik.

“Ketidakmampuan supply dari produsen dalam negeri masih berlangsung dan diprediksi tetap terus berlangsung terbukti dengan terhambatnya pemenuhan order yang bahkan dibatasi jumlahnya oleh produsen BjLAS lokal. Bahkan, sebagian besar produsen BJLAS sendiri masih melakukan impor BjLAS,” ucapnya.

Wali Buwono menambahkan, hampir semua produsen lokal BjLAS merupakan pelaku usaha sektor hilir dan bersaing dengan konsumennya sendiri. Sehingga, adanya pengenaan BMAD akan berdampak serius terhadap “level Playing Field” di hilir dan terlebih akan mematikan pelaku usaha hilir yang berjumlah 232 produsen yang tidak tidak terafiliasi dengan produsen BjLAS lokal.

“ Wacana penerapan anti Dumping oleh pemerintah sebaiknya dikaji secara serius sebab BjALS ini memainkan peranan vital dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat Covid-19 serta tidak menutup kemungkinan jika terjadi kelangkaan BaJALS akan berdampak pada mangkraknya project-project strategis dan memicu PHK Massal,” ujar Wali Buwono pada awak media di Jakarta (5/4).

Wali Buwono menekankan bahwa, sudah terdapat mekanisme pengendalian impor produk baja termasuk di dalamnya BjLAS secara sangat efektif melalui sistem yang rapi, tertata dan transparan di dalam kememprind.

“Tidak perlu diragukan bahwa dengan kinerja profesional dan mekanisme ini laju impor sudah mampu dikendalikan secara faktual,” tegasnya.

Lebih lanjut Wali Buwono menjelaskan, Industri BjLAS melibatkan Direk Employment yang notabennya bukan end user melibatkan sekitar 40.000 orang tenaga kerja, hal itu cukup timpang jika dibandingkan dengan industri dalam negeri yang hanya melibatkan sekitar 2000 samapai 3000 orang karyawan.

“BjLAS merupakan raw material untuk genteng baja dan kuda-kuda baja ringan, material dibutuhkan pada tahap awal pembangunan gedung ataupun perumahan. Banyangkan jika kita membangun rumah atau gedung dan atapnya tidak terpasang maka pekerjaan selanjutnya seperti pemleteran, pengecoran dan jenis pekerjaan lain yang terkait menjadi terhenti. yang jelaskan akan menyebabkan dampak cukup sitemik terhadap kondisi ekonomi nasional,’’ tandasnya.

Selama ini jelas, imbuh Wali Buwono, end user BjALS merupakan masyarakat umum terutama yang berkebutuhan akan hunian atau rumah tinggal.

“ Kebutuhan masyarakat Indonesia akan hunian murah sudah direspon oleh pemerintah dengan program rumah subsidi, jangan sampai lantaran kurangnya bahan material alternatif selain kayu untuk membangun rumah tersebut akan merugikan semua pihak. Jadi sekali lagi pemerintah harus hati-hati dalam mengambil kebijkan soal ini,” tutup Wali Buwono.

Seperti diketahui, tercatat ada 232 perusahaan pengguna BjLAS dengan total kapasitas produksi berdasarkan IUI yang dilaporkan di SIINas sebesar 4.818.012 ton. Kapasitas produksi BjLAS nasional sebesar 1,375 juta ton masih berada jauh dari kapasitas produksi sektor industri penggunanya.

Sementara itu China telah menghapus fasilitas tax rebate sebesar 13% untuk produk BjLAS yang diekspor, sehingga kami memperkirakan impor BjLAS dari China akan menurun pada tahun 2021. Terdapat sistem pengendalian yang sudah sangat efektif pada kememprind melalui mekanisme pertek. Melalui mekanisme ini import dapat dilakukan melalui rujukan data supply dan demand sehingga terkendali dan tidak akan terjadi lonjakan. (*)