Muslim  

Bagaimana Hukum Berhubungan Intim Suami Istri di Malam Lebaran Idul Fitri? Ini Jawabannya

hukum berhubungan intim di malam idul fitri

HALOBDG – Bagaimana hukum berhubungan suami istri di malam lebaran hari raya idul fitri? simak jawabannya dalam artikel berikut ini.

Selama bulan ramadan kita diwajibkan untuk berpuasa menahan lapar dan hawa nafsu. Untuk itu banyak pasangan suami istri menahan untuk berhubungan intim karena ingin menjaga ibadahnya agar tetap khusu.

Lalu bolehkan berhubungan suami istri di malam lebaran idul fitri?

Menurut pendiri Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren dengan Al-Bahjah Kabupaten Cirebon, Buya Yahya mengatakan berhubungan intim bagi pasangan suami istri di malam takbiran atau hari lebaran adalah halal.

Ia menjelaskan hubungan intim itu bukan suatu hal yang terlarang, apalagi hari raya adalah hari untuk bersenang-senang.

“Memang ada keyakinan yang aneh-aneh yang tidak membolehkan. Tapi berhubungan suami istri bagi yang sudah sah adalah halal,” tuturnya dikutip dari youtube Al Bahjah. Menurutnya kenapa itu halal karena pada hari lebaran sudah tidak boleh berpuasa, sehingga boleh melakukan hal-hal yang semula dilarang saat berpuasa.

Sementara itu, Dilansir dari jabar.Nu.or.id, ada seorang sesorang yang menanyakan mengenai boleh apa tidak berhubungan suami istri di malam hari raya Idul Fitri atau idul adha.

berikut pertanyannya:

Asalamualaikum…

Hapunten sateu acana, abdi bade tumaros, naha leres dina malam lebaran dua (idaen) atau Idul Fitri sareng Idul Adha teu kengeng hubungan suami istri? Nyuhunken penjelasana.
Wa’alaikum salam wr.wb.

(Mohon maaf sebelumnya, saya mau bertanya, apakah betul pada malam Lebaran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, tidak boleh melakukan hubungan badan antara suami dan istri? Mohon penjelasannya).

BAS

Di Bandung

Jawaban:

Wa’alaikumsalam wr.wb.

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam untuk Rasulullah. Semoga penanya selalu dalam keadaan sehat walafiat.

Terkait pertanyaan penanya, berdasarkan fikih temuan saya, maka berhubungan suami istri pada malam hari raya atau malam lainnya adalah halal mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya seperti pihak istri dalam keadaan haid atau nifas (Al-Baqarah: 222), dalam keadaan berpuasa (Al-Baqarah: 187), atau sedang Ihram haji dan umrah (Al-Baqarah: 197).

Dalam kitab Al-Majmu’ dijelaskan:

“Dalil kami untuk menanggapi argumentasi semua pendapat di atas adalah seperti yang dikemukakan Ibnu al-Mundzir bahwa berhubungan badan hukumnya boleh karena itu kita tidak bisa melarang dan memakruhkannya tanpa dalil. ( Al-Majmu’ Juz. 2, h. 241)

Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatul Muhtaj mengatakan:

قِيلَ يَحْسُنُ تَرْكُهُ لَيْلَةَ أَوَّل الشَّهْرِ وَوَسَطِهِ وَآخِرِهِ لِمَا قِيلَ إنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُهُ فِيهِنَّ وَيُرَدُّ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ فِيهِ شَيْءٌ وَبِفَرْضِهِ الذِّكْرُ الْوَارِدُ يَمْنَعُهُ

“Dikatakan bahwa bagus jika meninggalkan berhubungan badan pada malam awal bulan, pertengahan, dan akhir bulan, dengan disebutkan bahwa setan itu datang pada malam-malam tersebut. Namun ungkapan ini ditolak dengan sebab tidak adanya dalil yang tsabit sedikit pun, dan kewajiban membaca doa sebelum berhubungan badan itu akan dapat mencegah keburukan setan (Tuhfatul Muhtaj, Juz 3h. 187).

Sementara jika menggunakan perspektif tasawuf, memang banyak riwayat yang menyatakan larangan hubungan suami istri pada malam hari raya, malam awal, tengah dan akhir bulan. Hal ini dikemukakan kitab Qurrotul ‘Uyun, Fathul Izar. Juga dalam kitab Ihya’,:

وَيَكْرَهُ لَهُ الجِمَاعُ فِي ثَلَاثِ ليَالٍ مِنَ الشَّهْرِ الأَوَّلِ وَالْأخِرِ وَالنِّصْفِ يُقَالُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ الْجِمَاعَ فِي هذِهِ الليَالِي ويُقَالُ إِنَّ الشَّيَاطِيْنَ يُجَامِعُوْنَ فِيْهَا

‘Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan’, dikatakan bahwa setan hadir jimak pada malam-malam ini dan dikatakan bahwa setan-setan itu berjimak di malam-malam tersebut (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya ‘Ulumiddin, Juz. 6 h. 175).

Larangan ini hanya sampai pada makruh, tidak pada haram. Bisa jadi yang memakruhkan hubungan suami istri pada malam-malam yang disebutkan tadi berdasarkan pada seharusnya malam-malam tersebut digunakan untuk beribadah. Pada malam hari raya kita diperintahkan untuk berdoa sebab pada malam tersebut merupakan waktu diijabahnya doa. Pada malam hari raya juga seharusnya kita isi dengan takbir dan dzikir,.

Pada kitab Qutul Qulub disebutkan makruh berhubungan awal malam:

“Makruh jimak di awal malam lalu ia tidur dalam keadaan tidak suci, sesungguhnya roh itu naik ke arasy, maka siapa di antara roh-roh itu yang suci tidak sedang junub dia diizinkan sujud di arasy, sementara roh yang sedang berjunub itu tidak diizinkan ke arasy” (Abi Thalib al-Makki, Qutul Qulub, Juz. 2, h. 424).

Wallahu a’lam bis shawab.

Ustadz HIkmatul Luthfi bin KH Imam Syamsudin