Mencicipi Kelezatan Awug, Panganan Khas Parahyangan

Tampilan awug yang menggugah selera. (Foto Irwan)

HaloBdg.com – Pamor awug sebagai panganan tradisional khas tanah Parahyangan tak pernah pudar. Kelezatan cita rasanya sudah dikenal sejak zaman “baheula” hingga sekarang. Penikmatnya datang dari berbagai kalangan. Di Bandung, keberadaan awug dapat dijumpai di sejumlah sudut kota dan disajikan dengan harga beragam.

Daya tarik awug, bukan hanya dari cita rasa bahan dan cara pengolahannya, tapi juga dari cara menghidangkannya. Awug diolah dari tepung beras (paré) yang dicampur dengan air, garam, gula merah, dan kelapa parut serta dimasak dengan cara dikukus.

Sebagai makanan khas, awug dikukus dengan perabot dapur beranyam bambu bernama aseupan. Bentuknya serupa kerucut seperti nasi tumpeng dan cara ini juga telah menjadi tradisi turun-temurun. Adonan awug lazimnya dibuat berlapis yang terbentuk dari dua warna. Warna putih dari tepung beras dan warna merah kecokelatan berasal dari gula merah (aren).

Awug yang sudah matang dan kondisi masih panas akan lebih baik disajikan pada piring dengan dialasi daun pisang terlebih dahulu. Sebabnya, daun pisang tersebut akan memunculkan harum yang menggugah selera. Jadi aroma wangi tak hanya muncul dari daun pandan yang turut dikukus.

Berkat memakai bahan-bahan alami, awug dapat bertahan cukup lama. Maka tak jarang, awug dijadikan satu opsi sebagai buah tangan bagi wisatawan yang datang dari luar kota. Seperti nasi, awug pun dapat dihangatkan beberapa saat. Akan tetapi yang perlu diingat, kelapa parut mesti dicampur saat awug akan segera disantap agar tak cepat basi.

Walaupun berbahan dasar padi, awug digolongkan pada makanan ringan. Bisa dijadikan menu pilihan untuk melengkapi jamuan pesta atau acara syukuran. Malah, kini di hotel berbintang pun kerap kali disajikan dalam suatu acara formal semisal meeting. Namun, sekali lagi, awug adalah makanan tradisional khas Sunda dengan selera tinggi. Disantap selagi hangat, akan terasa lebih nikmat.***