Jabar, News  

Rehabilitasi Lahan Tambang Tanah Urug di Cikedung, Indramayu

Perubahan tutupan lahan antara tahun 2017 – 2022 untuk penambangan tanah urug di Desa Loyang, Kec. Cikedung, Indramayu yang saat ini sudah tidak aktif ditambang.

Kegiatan pertambangan dicirikan oleh sifatnya yang mengubah bentang alam dan rona lingkungan. Ini berlaku untuk hampir keseluruhan jenis pertambangan dan berbagai skala produksinya termasuk pertambangan tanah urug. Salah satu lokasi kegiatan tambang tanah urug (borrow material) berada di Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Kegiatan tambang tanah urug di wilayah ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir yang dilakukan secara lokal. Beberapa kali timbul konflik terkait aktivitas tambang yang ada dengan warga setempat kurun waktu 2020–2021 terutama dikarenakan adanya kerusakan jalan utama karena aktivitas pengangkutan material tambang.

Pun demikian akhir tahun 2021 Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Indramayu juga melakukan sidak terhadap aktivitas tambang yang ada dan diminta untuk dihentikan. Hal inilah yang menarik perhatian dari tim pengabdian masyarakat Institut Teknologi Bandung tahun 2022 yang diketuai oleh Dr. Arie Naftali Hawu Hede, untuk dapat melihat lebih jauh serta membantu menganalisis pertambangan tanah urug dan dampak yang ditimbulkan.

Memang tidak bisa dinafikan, peruntukan tanah urug dari daerah ini cukup penting guna keberlanjutan kegiatan salah satu proyek strategis nasional yaitu modernisasi irigasi bendungan Rentang Majalengka dalam rangka mencukupi kebutuhan air irigasi pertanian. Ditambah keberadaan tanah urug di sekitar proyek cukup kritis dan terbatas. Salah satunya adalah dari Cikedung yang setelah melalui pengujian karakteristik fisik tanah dan mineralogi, cocok untuk dapat digunakan sebagai material timbunan. Sehingga dengan demikian terdapat manfaat di tengah kontra yang ada. Pada prinsipnya praktek pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) harus dilakukan meski pada kenyataannya belum sempurna dilakukan khususnya di daerah tambang tanah urug Cikedung.

Kegiatan lapangan oleh tim pengabdian masyarakat ITB dilakukan selama kurun Maret–Oktober 2022, dengan melakukan beberapa kegiatan antara lain pengukuran dan pengambilan data sampel tanah, pengamatan dan analisis bukaan tambang. Secara morfologi, daerah Cikedung merupakan dataran rendah dan mayoritas tataguna lahan di sekitar tambang adalah lahan pertanian. Kegiatan penambangan tanah urug dilakukan secara sederhana dengan menggunakan alat berat berupa ekskavator dan dump truck (Gambar 1). Sempat terhenti beberapa bulan dari akhir tahun 2021, namun pertengahan tahun 2022 kegiatan tambang berlanjut kembali di beberapa lokasi.

Dapat dipastikan bahwa daerah penambangan tanah urug akan berubah fungsi dan pemanfaatannya. Hasil pengamatan lapangan dan citra satelit mayoritas penambangan merupakan daerah perkebunan/ladang yang beralih fungsi menjadi lahan tambang. Setidaknya terdapat dua desa yaitu Desa Amis dan Desa Loyang dimana terdapat lahan bekas maupun yang masih aktif di tambang. Berdasarkan analisis citra, total area terdampak per Oktober 2022 mencapai lebih dari 21 hektar dan masih memungkinkan untuk bertambah.

Dari hasil analisis penyelidikan geofisika, diperkirakan lapisan tanah yang ada di Cikedung sangat tebal mencapai lebih dari 10 meter. Formasi geologi terdiri batuan sedimen dengan dominasi batuan konglomerat, batupasi, dan tufa. Hasil analisis mineralogi yang didominasi oleh kuarsa, kaolinit, dan hematit serta didukung oleh analisis sifat fisik tanah mendukung potensi tanah urug yang ada di Cikedung untuk dapat digunakan sebagai material timbunan untuk konstruksi sipil. Rencana pemanfaatan lahan pasca tambang diharapkan menjadi persawahan mengingat tanah urug yang diambil utamanya dalam horizon bagian atas tanah hingga mencapai batas lapisan lempung/tanah liat. Sehingga lempung atau tanah liat akan ditinggalkan.

Lapisan inilah yang diharapkan nantinya akan diperuntukan untuk persawahan yang membutuhkan material lempung sebagai dasarnya. Hal ini sebagian sudah terlihat khususnya di salah satu blok bekas tambang di Desa Loyang yang sudah menjadi sawah dimana sebelumnya bagian atas tanah diambil sebagai tanah urug. Mengingat fakta bahwa saat ini kegiatan tambang sudah dilakukan maka pengelolaan dampak perubahan bentuk lahan harus segara dilakukan dimana antara lain kegiatan yang saat ini berlangsung tidak dilakukan secara sporadik.

Pengambilan material (proses pemuatan) dan transportasi (pengangkutan) yang menggunakan alat berat harus tetap memperhatikan keamanan dan lingkungan setempat. Perlu adanya pengaturan jadwal mobilisasi transportasi. Selain itu untuk meminimalisir debu, penyiraman rutin khususnya di jalan yang dilalui truk pengangkut tanah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah masyarakat mendapatkan informasi yang cukup baik dari rencana yang positif maupun dampak negatif serta usaha-usaha yang dilakukan untuk meminimalisir dampak negatif tersebut.